Tradisi islam di nusantara
TRADISI KERAJAAN
ISLAM DI NUSANTARA
Pada postingan saya kali ini akan membahas tentang tradisi kerajaan islam di nusantara untuk bahan pembelajaran
Pada postingan saya kali ini akan membahas tentang tradisi kerajaan islam di nusantara untuk bahan pembelajaran
Seni budaya lokal yang bernuansa
Islam lebih diartikan sebagai kesenian daerah yang diilhami oleh Agama Islam.
Dengan kata lain kesenian Nusantara yang telah berbaur dengan tradisi Islam.
Dalam beberapa hal didaerah kita terdapat kesenian daerah yang dilhami/berbaur
dengan agama Islam antara lain:
Debus
Debus adalah kesenian asli masyarakat Banten, muncul pertama
kali pada abad ke-16 pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasannudin
(1532-1570). Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682) debus
difokuskan untuk membangkitkan semangat pejuang dalam melawan Belanda.
Kesenian ini merupakan bentuk kombinasi dari seni tari, seni
suara, seni kebatinan yang bernuansa megis. Pertunjukkan ini dimulai dengan
pembukaan (membaca) salawat kepada Nabi Muhammad SAW. Zikir selama 10 menit
yang diiringi musik.
Bersamaan dengan “beluk” (nyanyian zikir dengan suara keras)
atraksi kekebalan tubuh sesuai permintaan penontonnya. Misalnya menusuk perut,
mengisi anggota badan dengan golok dan sejenisnya.
Wayang
Wayang merupakan kesenial tradisional yang sangat dikenal.
Juga merupakan media dakwah di Jawa yang dilakukan oleh Walisongo.
Wayang menurut bahasa berasal dari kata wewayangan artinya
bayangan orang atau benda. Dikatakan demikian karena yang melihat pertunjukkan
hanya dapat melihat bayangan wayang yang dimainkan oleh dalang. Wayang menurut
istilah artinya suatu bentuk kesenian tradisional asli yang berbentuk replika
dari tokoh-tokoh yang ada dalam dunia pewayangan.
Jenis wayang bermacam-macam, yaitu: wayang purwo, wayang
gedog, wayang krucil, wayang menak, wayang beber, wayang golek, wayang kulit.
Wayang kulit dibuat oleh Sunan Kalijaga untuk mengimbangi
seni wayang yang ada saat itu. Dibuat demikian agar tidak menyerupai wujud
manusia. Hal itu dibuat karena pada masa itu menggambar, melukis manusia bisa
menimbulkan syirik. Asal mula cerita wayang berasal dari lakon Mahabarata yang
ada pada zaman kerajaan Hidu-Budha.
Selain wayang diartikan sebagai bayangan, juga diartikan
sebagai bayangan angan-angan. Karena itu segala bentuk karakter tokohnya ada
kaitannya dengan manusia. Misalnya tokoh Pandawa Lima yang selalu menunduk
sebagai lambang tawaduk. Dasamuka dan Kumbakarna yang bermulut besar merupakan
lambang orang yang jahat, sombong dan rakus.
Pagelaran wayang dipimpin oleh seorang dalang. Secara bahasa
dalang berasal dari kata ”dalla” artinya menunjukkan. Fungsi dalang adalah
menunjukkan jalan kebaikan sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Kudus, Sunan
Kalijaga.
Dalam setiap lakon pementasan selalu berpinsip abadi, bahwa
yang benar pasti menang dan yang salah pasti kalah. Itulah arti dakwah para
walisongo yang dipetik dari QS al Isra (17): 81.
Salah satu sarana wayang adalah ”kelir” menurut bahasa
berasal dari kata hadir. Yang kemudian dianalogikan tempat kehadiran wayang.
Menurut istilah kelir adalah tempat bermain para wayang untuk melakonkan unsur
kebaikan dan kejahatan.
Belencong (alat penerang) adalah lampu penerang yang
dipasang diatas kepala sang dalang. Belencong diartikan sebagai matahari yang
menyinari jagad pewayangan, penjelas hakikat hidup makhluk wayang yang meliputi
manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Dengan matahari manusia dapat meniti jalan
kebenaran dengan membersihkan jiwa.
Bunyi-bunyian gamelan, neng, ning, nung diartikan: neng
kana, ning kene, nung kono (di sana, di sini, di situ). Kemudian kempul yang
beruasa pul ... pul ... pul ... dan kedang berbunyi ndang ... ndang ... tak
ndang. Lalu diakhiri dengan genjur yang berbunyi ghur ...
Bila dibunyikan bersama maka mempunyai arti: yang nang kana,
ya neng kene, yang nung kono, ayo podo kumpul, ndang, ndang kabeh wae pada
njegur. (ya di sana, ya disini, ya di situ, ayo semuanya cepat datang lalu
terjun masuk Islam). Disinilah fungsi gamelan yang mempunyai arti penting dalam
mengajak masyarakat untuk memasuki ajaran agama Islam.
Tari Saman
Berasal dari Aceh, dari dataran tinggi Gayo. Dahulunya tari
saman disampaikan untuk merayakan peristiwa penting dalam adat Aceh, juga pada
perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kata saman berasal dari salah satu
nama ulama besar Aceh yaitu Syekh Saman.
Tari saman tidak diiringi musik, menggunakan suara dari para
penari dan tepuk tangan. Tarian ini dipandu yang lazim disebut Syekh. Biasanya
terdiri dari delapan penari dan dua pemberi aba-aba sambil bernyanyi.
Hadrah
Musih ini berkembang di kalangan pesantren. Hadrah adalah
suatu bentuk seni suara yang bernafaskan Islam dengan diiringi instrumen musik
rebana dan disertai tarian dari para penabuh rebana. Ciri khasnya penggunaan
rebana (perkusi dari kulit binatang) sebagai alat musik. Lagu yang dinyanyikan
brupa puji-pujian kepada Allah dan Rasul, juga nasihat agama.
Rebana adalah sejenis alat kesenian tradisional yang terbuat
dari kayu, dibuat dalam bentuk lingkaran dan di tengah-tenganya dilobangi,
kemudian di tempat yang dilobangi itu ditempati kulit binatang (biasanya kulit
kambing) yang telah dibersihkan bulu-bulunya.
Kasidah
Yaitu suatu jenis seni suara yang bernafaskan Islam. Syair
lagunya mengandung dakwah Islamiyah dan nasihat yang baik. Fungsi rebana
pertama kali sebagai instrumen dalam nyanyian lagu-lagu keagamaan berupa pujian
kepada Allah SWT dan rasulNya. Rebana berasal dari kata rabbana yang artinya
wahai Tuhan kami. (suatu do’a dan pujian terhadap Tuhan). Ketika rasul hijrah
ke Madinah belai disambut dengan rebana di pinggir jalan oleh masyarakat
Madinah.
Fungsi utama kasidah adalah sebagai media dakwah Islam dan sebagai
hiburan dalam acara peringatan hari besar Islam. Karena pesatnya perkembangan
kasidah antara lain karena ditopang oleh adanya kesepakatan pandangan ulama
(termasuk pakar hukum Islam) bahwa menurut hukum Islam seni rebana dan kasidah
itu boleh (mubah).
Suluk
Menurut bahasa suluk artinya jalan atau cara. Menurut
istilah suluk artinya jalan yang mengacu pada hidup dengan cara sufi atau
mengikuti aturan sufi. Suluk disebut juga sebagai ajaran spiritual Islam Jawa
yang ditulis dalam bentuk puisi. Suluk berupa puisi pertama kali diciptakan
oleh kaum priyayi terpelajar. Berisi filfasat atau ajaran mengenai
kebijaksanaan hidup.
Awal mulanya sulu merupakan aliran pemikiran dan prinsip
hidup yang berkembang di istana (khusus disukai priyayi saja) Hindu Budha.
Setelah Islam datang menyebar di Jawa dan sudah diberi nilai keislaman.
Suluk tidak hanya dikenal di Jawa saja, di Sumatera suluk
yang ditulis oleh Hamzah Fansuri (berjudul Syair si burung Pingai) dan
Syamsuddin. Kalau di Jawa suluk ditulis oleh Sunan Bonang.
Kesustraan Islami
Kesusastraan Islami (budaya melayu kalsik) terdapat di
sebagian wilayah pesisir Sumatra dan Semenanjung Melayu (daerah Aceh). Hal ini
karena didukung sepenuhnya oleh keberadaan kerajaan di Aceh. Bentuk sastra yang
berkembang adalah hikayat, pantun, syair yang menekankan pesoalan keagamaan.
Tokoh terkenal (abad 17) adalah Hamzah Fansuri, Syamsyddin,
Abdurrauf. Mereka menulis ilmu tasawuf Islam dalam bentuk sastro prosa. Ditulis
dalam bahasa Arab Melayu. Karya beliau terpengaruh karya sastra Persia, yang
menjadi bahan saduran mengenai cerita Amir Hamzah, Bayan Budiman, 1001 malam.
Karya sadurannya adalah Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Bayan Budiman, Hikayat
Ghulam, Hikayat Bakhtiar.
Kalau di Jawa terpengaruh oleh Hidu-Budha dengan cerita yang
bernafaskan Islam. Seperti Hikayat Pendawa Lima yang merupakan gubahan dari
Serat Mahabarata dan Hikayat Sri Rama yang merupakan gabungan dari serta
Ramayana. Sehingga cerita tersebut mengandung nilai Islam.
APRESIASI TERHADAP
TRADISI DAN UPACARA ADAT KESUKUAN NUSANTARA
Mempelajari Tradisi Dan Upacara Adat Kesukuan Yang Bernuasna
Islami.
Tradisi merupakan kebudayaan masa lampau yang diwariskan
dalam bentuk sikap, perilaku sosial, kepercayaan, prinsip-prinsi, dan
sekepakatan perilaku. Hal ini berasal dari pengalaman di masa lampau yang
membentuk perilaku masa kini.
Di Indonesia terdapat berbagai macam tradisi yang masih
dijaga dengan baik oleh pengikutnya. Bisa dalam bentuk adat istiadat, ritual,
upacara keagamaan. Dalam pelaksanaannya tergantung/terpengaruh oleh lingkungan
setempat.
Selamatan
Setiap ada peristiwa yang menakutkan, atau yang menyenangkan
atau adanya harapan, seperti perkawinan, sakit, panen padi, menanam padi selalu
mengadakan upacara selamatan. Selamatan dilakukan sebagai rasa syukur, dengan
permohonan agar selalu mendapatkan keselamatan.
Setelah Islam datang selamatan dikemas Islami, seperti
dengan tahlilan, penajian. Sebelum Islam datang diisi dengan bacaan
mantra-mantra.
Ada upacara lain yang sering dilakukan masyarakat sekitar
kita, yaitu upacara kematian, yaitu saur tanah, satu hari, tiga hari, tujuh
hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu hari, nguwis-uwisi kematian
seseorang. Acara selamatan selalu diisi dengan kenduri (membagi-bagi makanan)
sesuai tema selamatan yang sedang dilakukan.
Upacara Turun Tanah
di Aceh
Nama aslinya adalah Peutron Aneuk U Tanoh atau turun tanah.
Artinya orang tua menurunkan bayi ke tanah setelah bayi berusia 44 hari.
Sebelumnya seorang ibu melakukan pantangan dengan tujuan agar bayi sehat dan
baik.
Upacara dipimpin oleh ketua adat dengan menggendong bayi
menuju tangga rumah sambil membaca do’a-do’a dari ayat Al Qur’an. Kemudian
menuruni tangga rumah dengan bayi tetap digendongnya.
Sampai di tanang upacara dilanjutkan mencincang batang pisang
atau pohon keladi yang telah disediakan. Hal ini mengibaratkan keperkasaan dan
dimaksudkan agar bayi kelak dikaruniai sifat perkasa dan kesatria.
Ketua ada melanjutkan acara membawa masuk bayi ke dalam
nimah yang disambut oleh seluruh hadirin dan keluarga. Dimeriahkan dengan
rebana, tari-tarian, pencak silat, permainan kesenian lainnya. Disajikan pula
berbagai makanan.
Sekaten
Pada tahun 1939 tahun saka atau 1477 M, Raden Patah dengan
dukungan para wali mendirikan masjid Demak. Berdasarkan kesepakatan digelar
siar Islam selama 7 hari menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dibunyikan dua
perangkat gamelan karya Sunan Giri yang membawakan gending karya Sunan
Kalijaga.
Setelah mengikuti acara tersebut, masyarakat yang ingin
memeluk Islam mengucap dua kalimat syahadat (sahadatain). Dari kalimat tersebut
muncul istilah sekaten.
Saat kerajaan Islam dari Demak pindah ke Mataram perayaan
sekaten tetap digelar. Begitu juga setelah Mataram terbagi menjadi dua
Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
Di Kasultanan Yogyakarta perayaan sekaten berdasarkan tiga
dasar pokok yaitu:
1. Dibunyikan dua
perangkat gamelan (Kajeng Kyai Nagawilaga dan Kajeng Kyai Guntur Madu) di
Kagungan Dalem Pagongan Masjid Agung Yogyakarta selama 7 hari berturut-turut,
kecuali Kamis malam sampai Jumat sian.
2. Peringatan hari
lahir Nabi Muhammad SAW tanggal 11 Mulud malam di serambi kagungan Dalem Masjid
Agung. Dengan bacaan riwayat nabi oleh Abdi Dalem Kasultanan, para kerabat,
pejabat, rakyat.
3. Pemberian
sekedah Ngarsa Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan, berupa hajad
dalem gunungan dalam upacara grebeg sebagai upacara puncak Sekaten.
Mulai tahun 1960 sekaten sebagai pasar rakyat. Pasar malam
perayaan sekaten berlangsung selama 39 hari. Menurut penanggalan Jawa selain
Grebeg Mulud ada juga grebeg syawal yang diadakan hari pertama syawal (bulan
jawa). Grebeg besar diadakan pada hari ke 10 bulan Jawa yang dihubungkan dengan
hari raya umat Muslim (qurban, idul adha).
UNTUK LEBIH LENGKAPNYA SILAHKAN DOWNLOAD FILE DOCXNYA DI SINI
0 Response to "Tradisi islam di nusantara"
Post a Comment